MAKALAH SEMIOTIK NOVEL “SEPOLOS CINTA DINI” KARYA MIRA W. DALAM SEMIOTIK ROLAND BARTHES

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Kata Pengantar
Teks sastra secara keseluruhan merupakan tanda dengan sentral, cirinya bagi pembaca teks sastra ini mengantikan sesuatu yang lain yakni kenyataan yang dipanggil oleh fiksional. Tanda itu timbul karena setiap pengertian yang secara klasar dapat ditunjuk sebagai penulisnya. Memakai kata kasar karena bentuk teks yang ikut menentukan sifat global tanda, ini juga bergantung kepada orang-orang disekitar penulis, yakni para penasehat, para perancang grafis dan para pencetak.
Penambahan keterangan ini memperlihatkan adanya pengintegrasian ciri-ciri penyajian dalam teks. Jadi dengan kata lain bahwa teks lebih dari sekedar bangun bahasa.teks adalah suatu tanda yang dibangun dari tanda-tanda lain yang lebih rendah, yang memiliki sifat kebahasaan dan lain-lain (zoest dalam terjemahan soekawati, 1993:61)
Dengan adanya konsep tanda-tanda dalam teks sastra maupun karya sastra kajian semiotiklah yang dapat menelaah dan mengartikan tanda, kode, atau simbol dalam karya sastra. Dimana semiotik merupakan bagian dari teori komunikasi berbasis tradisi bisa dianggap sebagai teori paling purba. Bahkan, sejak manusia lahir  sudah bisa menerjemahkan pikiran (encoding) informasi “dunia-baru” yang dilihatnya dengan menunjukkan beragam simbol. Terjemahan ini membentuk pesan lewat tangisan, atau gerak-gerik.
Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda atau kode.
Selain itu Roland Barthes juga memaparkan kode-kode dalam menganalisis karya sastra antara lain Kode Aksi/Tindakan (proairetik code), Kode teka-teki (Hermuitik code), Kode Budaya (Cultural Code), Kode Konotatif (Connotative Code), Situasi Komunikasi Naratif.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rimusan masalah dalam makalah ini adalah analisis novel “Sepolos Cinta Dini” karya Mira W. dengan kajian semiotik Roland Barthes.


BAB II
PEMBAHASAN
Barthes mengembangkan dua sistem penandaan bertingkat, yang disebutnya sistem denotasi dan konotasi. Sistem denotasi adalah sistem pertandaan tingkat pertama, yang terdiri dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan materialitas penanda atau konsep abstrak di baliknya. Pada sistem konotasi atau sistem penandaan tingkat kedua rantai penanda/petanda pada sistem denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang lain pada rantai pertandaan lebih tinggi.
Dalam hal ini sistem penandaan ataupun kode-kode tersebut terdapat dalam novel “Sepolos Cinta Dini” karya Mira W. Dimana tanda ataupun kode aksi/tindakan yang terdapat dalam novel ini cukup bermakna.
Resensi novel “ Sepolos Cinta Dini” karya Mira W.
novel “Sepolos Cinta Dini” ini, menceritakan ketulusan dan kepolosan cinta yang dimiliki seorang gadis sederhana yang bernama Dini yang menyukai pria bernama lengkap Aries Andika atau lebih dikenal dengan panggilan Boy. Mengapa ia mendapatkan julukkan Boy? Panggilan tersebut setingkat dengan talenta yang dimilikinya karena ia adalah pria yang top, kaya, tampan dan digandrungi para teman-teman gadisnya, sehingga tidak salah jika teman-teman pria di Universitas Kedokteran tersebut memberi julukkan Boy yang asal katanya ‘crossboy’ atau ‘playboy’. Kenapa tidak, didalam buku ini dipaparkan bahwa Boy memiliki hubungan dengan empat wanita sekaligus, salah satunya Dini. Lalu gadis-gadis lain? Ya! Memang jauh lebih baik dari Dini contoh saja Nuning, ia seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) yang cantik, agresif, termasuk gadis popular di kampusnya. Adapula gadis incaran Boy yang  lain yaitu Atiek, ia adalah gadis yang manis, lemah lembut, dan perasa. Dan tak ketinggalan Dewi pacar lamanya atau yang dapat dikatakan dialah cinta pertama Boy, seorang gadis yang cantik jelita, ambisius, cerdas, bintang film yang sukses, dan gadis yang pernah meninggalkan Boy.
Pertemuan Boy dan Dini dimulai ketika Boy pulang bersama pacarnya Nuning, karena hujan yang begitu deras mereka hendak berteduh, satu-satunya tempat yang tepat ialah halte bis yang sayangnya cukup gelap dan cukup rawan dari penodong. Dalam kegelapan malan dan hanya diterangi lampu jalan yang redup disudut tempat yang tak luas itu Boy melihat gadis lugu, muda, dan cantik, walaupun wajahnya yang polo situ tak teroles make-up seperti teman-teman kampusnya. Ketika firasat yang tak enak telah dirasakan Boy sejak tadi benar-benar terjadi, ia mencoba menolong gadis itu dari cengkraman pria-pria yang telah memiliki tingkah tak baik, mereka mencoba merampah satu-satunya barang yang dibawa oleh sang gadis. Walaupun akhirnya Boy terluka ia tetap berniat baik untuk mengantarkan gadis itu pulang. Namun setelah ditanya dimana rumahnya gadis itu hanya mengatakan jauh, ya.. ternyata memang benar ia berdomisili di Sumedang – Jawa Barat. Karena kasihan dan penasaran terhadap sang gadis Boy membawanya pulang walaupun sebelumnya ia harus berupaya membujuknya.
Setelah sampai dirumah Boy tahu ia benama Dini, ia datang ke Jakarta hendak mencari kakak dan pamannya karena setelah bapaknya masuk penjara beberapa tahun kemudian ibunya meninggal dan ia tinggal bersama neneknya, kini neneknya pun sudah menginggal. Dan ternyata sesampainya di Jakarta kakak dan pamannya telah pindah rumah, karena sebegitu malangnya gadis ini, Boy lebih suka memanggilnya Upik. Upik mulai bekerja dirumah Boy bersama Mang Ujang dan Bi Iyem. Selama Dini tinggal dirumah, Boy selalu pulang cepat, ia juga lebih sering makan dirumah ketimbang dahulu.
Saat dihadapkan dengan masalah ayahanda karena tidak lulus ujian dan Dini sudag tak bersamanya apalagi wanita yang dicintainya yaitu Dewi yang telah kembali dari luar negeri sekali lagi meninggalkannya karena alasan sebuah cita-cita belaka. Boy putus asa ia mencoba menelan pil penenang, namun sebelum meminum pik-pil  penenang ia teringan akan ucapan Dini bahwa sebenarnya Boy tak lebih dari orang bodoh, penakut dan tak memiliki apa-apa kecuali kesombongannya.
Akhirnya Noy memutuskan meminta maaf kepada bapaknya dan berupaya memperbaiki sikapnya, disamping itu ia mulai merasakan bahwa ia membutuhkan orang yang selama ini mengerti dirinya, selalu ada baik disaat susah maupun senang. Ya.. ia membutuhkan Upik. Ia juga teringat saat Boy hendak mencium Dini, ia merasakan bahwa Dini benar-benar berbeda dengan gadis-gadis dikampusnya yang dengan sukarela melakukan hal itu apalagi pada pria setampan Boy, namun perlakuan berbeda diterimanya, karena Dini menampar pipinya. Upik terus mempertahankan kemurniannya. Dia benar-benar upik yang polos, yang memiliki kecantikan alamiah yang berasal dari tubuh batiniahnya.
Boy pun mulai menyadari bahwa ia menyayangi Dini, Boy berupaya segera menemui Dini. Ternyata sesampainya disana Dini hendak bersiap pergi kembali ke kampong halamannya karena ia telah menemukan kakak dan pamannya, disamping itu ayahnya yang dipenjarakan karena ketidakadilan sudah dibebaskan. Boy segera mengejar Dini, ia berlari sekuat mungkin hingga menabrak Dini samapi terjatuh ke sebuah kolam ikan, dan ternyata gadis mungil itu tidak bisa berenang Boy mencoba menggapainya dalam air. Dan Boy melamar DIni, “MAukah kau kawin denganku?” (hal.159), dan Dini menerima lamaran pria yang sebenarnya selama ini ia sayangi, walaupun dalam keadaan terengah-engah karena ia sudah hamper tenggelam dan basah kuyup.
Penandaan yang dipaparkan oleh Roland Barthes dalam analisis  teks sastra, baik cerpen maupun novel yaitu adalah:
Kode Aksi/Tindakan (proairetik code)
Kode ini merupakan perlengkapan utama teks cerpen atau novel. Setiap aksi atau tindakan dalam  cerita dapat disusun dan sistematisakan (codification).
Dalam novel ini, aksi atau tindakan yang dilakukan oleh tokoh utama (Boy) banyak sekali, bahkan tidak hanya menempati satu titik yaitu diam tetapi aktif.
Hal ini dapat dilihat dalam kutipan kalimat berikut:
“….tanpa mengurangi kecepatan sedikit pun, Boy membelokkan motornya memasuki halaman kampus”
“Dilemparkannya tasnya begitu saja ke perut Toto”
“….bergegas Boy mencari bangku kosong”
“….yang ini bagus, Ning “kata Boy sambil meraih gaun yang paling dekat tempatnya berdiri”
“lari! “seru Boy dengan nafas terengah-engah”
“Lagi pula…” Boy menepuk tangan Atiek sambil tersenyum lembut”
Di lihat dari  kutipan kalimat di atas secara keseluruhan, aksi atau tindakan tokoh utama (Boy) mengidensikan suatu gerak aktif dinamis. Oleh sebab itu, kode aksi/tindakan yang terdapat dalam novel ini cukup bermakna, dan hal itu dapat dilihat dalam oposisi gerak aktif dinamis.
Kode teka-teki (Hermuitik code)
Kode ini berkisar pada tujuan atau harapan untuk mendapatkan kebenaran atas teka-teki (pernyataan) yang mungkin muncul di dalam teks.
Adapun kode teka-teki yang muncul dalam novel “Sepolos cinta dini” karangan Mira W. ini yaitu siapa sebenarnya Boy? Apa yang menyebabkan pertikaian antara Boy dengan ayahnya? Mengapa persoalan asmara Boy selalu mengalami kepahitan? Serta apa yang menyebabkan Boy yang pada akhirnya memilih Dini untuk menjadi kekasihnya sekaligus sebagai pendamping hidupnya.
Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Nah, ini pasti dari  ayahku!” Di lemparkannya begitu saja surat-surat yang lainnya…”
“……Boy membalik surat itu dan merobek amplopnya”
“Empat tahun  Boy menyimpan kemarahan itu dalam hatinya, tak tahu ke mana harus ditumpahkannya kemarahan itu”
“Memang Nuning, Atiek, apalagi Dini tidak dapat di bandingkan dengan Dewi”….tetapi Dini bukan racun, protes Boy dalam hati.
“Dia tidak pernah menuntut apa-apa”
Dengan kutipan seperti di atas, sangat jelas teka-teki yang terdapat dalam novel ini. Dimana kehidupan mengenai asmara Boy, pertikaiannya dengan ayahnya serta keputusannya untuk memilih Dini sebagai kekasih  pendamping hidupnya hanya dia tahu dan pembaca (real reader).
Kode Budaya (Cultural Code)
Kode ini berkaitan dengan berbagai sistem pengetahuan dan sistem nilai yang tersirat di dalam teks, adapun kode budaya yang tampak dalam novel ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Pinjam catatan Mikro-mum “ kata Boy  tanpa basa basi lagi,………….”
“Mikrobiologi maksudmu, Boy?”
Istilah-istilah kedokteran seperti Mikrobiologis yang terdapat dalam kutipan kalimat di atas menunjukkan adanya kemajuan teknologi di bidang kedokteran. Selain itu, masih terdapat kode budaya lain seperti dalam kutipan berikut:
Boy, Antarkan dulu ke Duta Merlin, ya?”
“Sudah sepuluh toko yang dimasuki Nuning. Sudah seratus baju yang  dipegang-pegangnya, tetapi belum satupun yang cocok dengan seleranya”
“….baju mahal-mahal begini kalau tidak baguskan sayang?”
Berdasarkan kutipan di atas dapat diidenkasikan adanya kode budaya mengenai gaya hidup  orang kaya, karena ia dikodefikasikan dengan kode budaya seperti yang tersirat dalam kata nama toko pakaian berkelas tinggi yaitu Duta Merlin. Serta adanya kehidupan Hedoisme yaitu kehidupan yang mementingkan adanya tren mode dan merek-merek terkenal.
Kode Konotatif (Connotative Code)
Kode ini berkenaan dengan tema-tema yang dapat disusun lewat proses pembacaan teks. Adapun kode konotatif yang terdapat dalam novel ini adalah sebagai berikut:
“….ada sering Mafia bermain di bibirnya”
“Dan Boy sampai hati melihat hentakan-hentakan ketakutan yang menggelepar-gelepar di dalam matanya”
“Dini menikmati tawa Boy yang pecah berderai di belakang tubuhnya”
“Dan pandangan tuan Iskandar menghanguskan mukanya”
“…..karena aku berhasil menelanjangi  kebohonganmu”
Kode simbolik berkenaan dengan tema atau arti yang sebenarnya sehingga erat hubungannya dengan kode konotatif, yaitu tema dari keseluruhan tak cerita. Adapun simbolik dalam novel ini adalah adanya gambar mawar putih yang menyimbolkan atau melambangkan kepolosan cinta atau kesucian cinta Dini kepada Boy. Dimana dalam hal ini Dini mau menerima Boy tanpa menuntut apa-apa. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan kalimat berikut:
“…tetapi Dini bukan racun, protes Boy dalam hati. Dia tak pernah menuntut apa-apa.” Dia menerimaku apa adanya.”
“…..Dini membunuh cita-citanya sendiri, kariernya, harapannya.”
Berdasarkan kutipan kalimat di atas diketahui bahwa kode simbolik dalam novel ini menggambarkan akan kehidupan asmara Boy yang harus menghadapi kenyataan bawa sang mantan kekasihnya yang begitu disayanginya dulu yang telah menorehkan luka yang begitu dalam baginya untuk menerimanya kembali dan menjadikan dirinya sebagai pendamping hidup Boy.
Di samping itu Boy juga harus menghadapi kenyataan bahwa ada seorang gadis (Dini) yang begitu lugu dan polos sangat mencintainya dan rela menerima Boy apa adanya.


BAB III
PENUTUP

            Simpulan
Dalam kaitannya dengan novel ini yang bertindak selaku Real Author ialah penulis sendiri yaitu Mira W. (dengan berbagai sistem atau kode budaya yang melingkupinya). Implied Author adalah Boy. Naratornya sendiri ialah Boy dan Dini. Narrate ialah Arifin, Toto, Dini, Nuning, Tuan Iskandar, Atiek, dan sebagainya. Implied Readernya ialah Bi Iyem, Dokter Joko, Dewi, Arman, dan Nani. Sedangkan real readernya ialah pembaca sendiri.
Sistem penandaan dalam novel ini sangat bermakna, dan hal itu dapat dilihat dalam oposisi gerak aktif dinamis. selain itu juga pada sistem penandaan yang lain pada novel tersebut sangat beragam, namun dengan teori roland barthes penandaan ataupun kode-kode dalam novel tersebut dapat terungkap sepenuhnya seperti pada kode simbolik dalam novel ini menggambarkan akan kehidupan asmara Boy yang harus menghadapi kenyataan bawa sang mantan kekasihnya yang begitu disayanginya dulu yang telah menorehkan luka yang begitu dalam baginya untuk menerimanya kembali dan menjadikan dirinya sebagai pendamping hidup Boy.

1 komentar: